Rabu, 04 Mei 2011

Hakikat Pembelajaran Kontekstual

1)  Pengertian pembelajaran Kontekstual
Adalah konsep belajar yang membantu guru dalam mengkaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata anak dan mendorong anak membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen pembelajaran efektif (Nurhadi, 2005:5).
2)  Karakteristik pembelajaran kontekstual
Menurut Nurhadi (2002:20) bahwa ada beberapa karakteristik pembelajaran berbasis kontekstual, yaitu:
a)   adanya kerja sama, sharing dengan teman dan saling menunjang
b)   anak aktif dan kritis, belajar dengan bergairah, menyenangkan dan tidak membosankan, serta guru kreatif
c)   pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber
d)   dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya anak misalnya: peta, gambar, diagaram, dll.
e)   laporan kepada orang tua bukan sekedar rapor akan tetapi hasil karya anak, laporan praktikum, dll.
Untuk memahami pembelajaran kontekstual maka ada kata kunci dalam pembelajaran kontekstual yaitu:
a)   real world learning, mengutamakan pengalaman nyata 
b)   berpusat pada anak, anak aktif, kritis, dan kreatif serta anak ‘akting’ guru mengarahkan
c)   penegetahuan bermakna dalam kehidupan, dekat dengan kehidupan nyata, serta adanya perubahan perilaku dan pembentukan ‘manusia’
d)   anak praktek, bukan menghafal,  Learning bukan  Teaching, pendidikan bukan pengajaran
e)   memecahkan masalah dan berpikir tingkat tinggi
f)   hasil belajar di ukur dengan berbagai cara bukan hanya dengan tes. Komponen Pembelajaran Kontekstual

Menurut Nurhadi (2002:10) bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual memiliki tujuh komponen utama pembelajaran efektif yaitu:
1.  Konstruktivisme (Constructivisme)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong, Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dengan dasar itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses ‘mengkonstruksi’ bukan ‘menerima’ pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, anak membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalm pross belajar mengajar. Anak menjadi pusat kegiatan bukan guru. Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis ‘strategi memperoleh’ lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak anak memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan:
a)   menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi anak,
b)   memberi kesenpatan anak menemukan dan menerapkan idenya sendiri,
c)   menyadarkan anak agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
2.  Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajran berbasis CTL. Pengetahuan dan ketrempailan yang diperoleh anak bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang merancang kegiatan yang merujukpada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkanya. Langkah-langkah kegiatan menemukan (inkuiri):
a)   merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun)
b)   mengamati atau melakukan observasi
c)   menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainya
d)   mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien yang lain.
3.  Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang bermula dari ‘bertanya’. Questioning  (bertanya) merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya daalm pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir anak. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:
a)   menggali informasi, baik administrasi maupun akademis
b)   mengecek pemahaman anak
c)   membangkitkan respon kepada anak
d)   mengetahui sejauh mana keingin tahuan anak 
e)   mengetahui hal-hal yang sudah diketahui anak
f)   memfokuskan perhatian anak pada sesuatu yang dikehendaki guru
g)   untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari anak
h)   untuk menyegarkan kembali pengetahuan anak.
4.  Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep  Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari ‘Sharing’ antara teman, antar kelompok dan antara yang tahu dan yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, orang-orang yang ada di luar  sana adalah anggota masyarakat belajar. Praktek masyarakat belajar dalam pembelajaran terwujud dalam:
a)     pembentukan kelompok kecil
b)    pembentukan kelompok besar
c)     mendatangkan ‘ahli’ ke kelas (tokoh olahragawan, dokter perawat, polisi, dsb)
d)    bekerja dengan kelas sederajat
e)     bekerja kelompok dengan kelas di atasnya
f)     bekerja dengan masyarakat
5.  Pemodelan (Modelling)
Pemodelan maksudnya dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa di tiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dlam pembelajaran CTL guru bukan satu-satunya model. Model dapat di rancang dengan melibatkan anak.
6.  Refleksi (Reflection)
Rrefleksi cara berpikir tentang apa yang baru di pelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Anak mengendapkan apa yang baru di pelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakn respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Guru atau orang dewasa  membantu anak membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang  dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan begitu anak akan memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang dipelajarinya. Kunci dari semua itu adalah  bagaimana pengetahuan itu mengendap ke benak anak.
7.  Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)
Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar anak. Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian, bukanlah untuk mencari informasi tenteng belajar anak. Pembelajaran yang benar sudah seharusnya ditekankan oada uoaya memebantu anak agar mampu mempelajari, bukan di tekankan pada diperolehnya sebanyak-banyak mungkin informasi di akhir pembelajaran. Data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang diperoleh anak pada saat melakukan proses pembelajaran. Karakteristik penilaian yang sebenarnya:
a)     dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
b)    bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif
c)     yang di ukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta
d)    berkesinambungan
e)     terintegrasi
f)     dapat digunakan sebagai  feed back
Selama ini pembelajaran dalam pendidikan di sekolah kurang produktif. Guru hanya memberi materi ceramah dan guru sebagai sumber  utama pengetahuan, sementara anak harus menghafal. Tetapi dalam kelas kontekstual guru dituntut untuk menghidupkan kelas dengan cara mengembangkan pemikiran anak agar lebih bermakna dengan bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
Tabel. 1 Perbedaan pembelajaran konvensionl dengan kontekstual
No
Konvensional
Kontektual
1
Menyandarkan pada hapalan
Menyandarkan pada memori spesial
2
Pemilihan informasi di tentukan oleh guru
Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan individu anak
3
Cenderung berfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu
Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang (disiplin)
4
Memberikan tumpukan informasi kepada anak
Selalu mengaitkan informasi dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki oleh anak
5
Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian dan ulangan
Menerapkan penilaiaan autentik melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah
 Sumber: Sogoz (dalam Novianisari 2005:25)
Pada pembelajaran kontekstual anak tidak harus menghafal fakta-fakta yang hasilnya tidak tahan lama, tetapi sebuah strategi yang mendorong anak untuk mengkonstruksikan pengetahuan mereka melalui keaktifan dalam proses pembelajaran. Dengan begitu anak belajar dari mengalami sendiri. Pembelajaran kontekstual mendorong pendidik memilih atau mendisain lingkungan pembelajaran. Caranya dengan memadukan sebanyak mungkin pengalaman belajar, seperti lingkungan sosial, lingkungan budaya, fisik dan lingkungan psikologis dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Penerapan CTL dalam kelas langkahnya adalah sebagi berikut:
a)      kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
b)      melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topk
c)      kembangkan sifat ingin tahu anak dengan bertanya
d)      ciptakan ‘masyarakat belajar’ (belajar dalam kelompok-kelompok)
e)      hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
f)      lakukan refleksi di akhir pertemuan
g)      lakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai cara

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

 
Read more: http://www.cahgogonity.co.cc/2011/03/cara-membuat-artikel-blog-tidak-bisa-di.html#ixzz1LcD6kgrG