Selama ini, anak TK menggunakan alat peraga kartu huruf untuk memperoleh kemampuan baca tulis. Pembelajaran baca-tulis dapat diciptakan dengan melibatkan anak sebanyak-banyaknya untuk mengungkapkan pengalaman bahasa mereka. Dikatakan oleh Jalongo (dalam Suparti, t.t.:2) bahwa penggunaan pengalaman bahasa anak akan membangkitkan kesadaran pribadi yang positif. Melalui pengalaman bahasanya, anak dapat mengawali kegiatan menulisnya dengan rasa senang. Mereka menulis apa yang dirasakan dan dipikirkannya kemudian mereka membaca apa yang dirasakan dan dipikirkannya. Hal itu menguatkan pendapat Ellis, dkk. (dalam Suparti, t.t.:2) bahwa skemata anak merupakan bekal yang baik pembelajaran keterampilan berbahasa. Kartu huruf adalah gambar huruf yang dituangkan pada selembar karton berbentuk kartu yang cukup besar, Oberlander (dalam Mahadewi & Sukraningsih, 2007:6). kartu tersebut memuat huruf yang ditulis dengan huruf besar dan huruf kecil. Anak hanya mengamati huruf-huruf yang tertuang pada kartu. Kartu tersebut terkadang cepat rusak karena tidak sengaja disobek atau basah kena tangan, anak yang berkeringat. Di samping itu, pada kartu tersebut tidak disertai contoh gambar orang atau benda nyata yang ditemui anak sehari-hari yang menerangkan penggunaan huruf yang dipelajari, sehingga anak kurang bisa mengkaitkan anatara apa yang dipelajari dengan lingkungan sekitarnya. Anak cenderung menghafal huruf yang terdapat pada kartu dan kurang mengkaitkan dengan penerapan huruf-huruf itu untuk menerangkan orang atau benda yang sedang ditemuinya sehari-hari. Pembelajaran yang terjadi kurang menjembatani antara apa yang diperoleh anak di TK dengan kemampuan seharusnya dimiliki anak untuk menghadapi lingkungannya. Beberapa praktik yang masih sering ditemui dalam pelajaran membaca dan menulis, adalah mengenal huruf-huruf tunggal, membaca alfabet, menyanyikan nyanyian alfabet, membentuk huruf di atas garis yang sudah ditentukan sebelumnya, atau menyuruh anak mengoreksi bentuk huruf di atas garis yang sudah dicetak merupakan contoh praktik yang tidak cocok diterapkan karena menekankan perkembangan keterampilan secara terpisah (Santrock, 2002:245). Senada dengan NAEYC, Megawangi (2005:89) pun beranggapan jika anak belajar menulis dengan mengikuti titik – titik yang sudah dibuat guru, anak tidak mengerti apa yang ia tulis. Hal ini merupakan bentuk praktek pendidikan yang tidak patut, berpedoman pada teori Developmentally Appropriate Practices (DAP).
Dinyatakan oleh Combs (dalam Suparti, t.t.:2) bahwa pembelajaran bahasa merupakan suatu keutuhan dan kepaduan, keterampilan membaca dipadukan dengan keterampilan menyimak, berbicara, dan menulis. Dalam pembelajaran berdasarkan PPB, guru membelajarkan membaca kepada anak melalui karangan-karangan yang dikembangkan oleh seorang anak atau sekelompok anak atau secara klasikal dengan bimbingan guru. Berdasarkan gambaran tersebut, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyiapkan alat peraga/alat bermain yang memfasilitasi pembelajaran anak. Salah satunya adalah alat peraga wayang abjad kontekstual. Wayang abjad adalah bermacam-macam bentuk alfabet dari A sampai Z yang ditulis pada karton berbentuk seperti benda kontekstual yang diperagakan dan diberi tangkai agar anak bisa memegang seperti wayang, Oberlander (dalam Mahadewi & Sukraningsih, 2007:7). Alat peraga/alat bermain adalah semua benda dan alat yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang digunakan untuk menunjang kelancaran penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar, bermain dan bekerja di sekolah, agar dapat berlangsung dengan teratur, efektif dan efisien sehingga tujuan endidikan di TK dapat tercapai (Depdiknas, 2003), yang lebih penting lagi, alat peraga wayang abjad kontekstual menjembatani kemampuan yang diperoleh anak di TK dengan lingkungan. Hal ini disebabkan karena pada alat peraga wayang abjad kontekstual tersebut disertai gambar yang huruf awalnya sesuai dengan huruf yang dipalajari. Dengan demikian belajar sambil bermain akan lebih efektif, kontekstual, dan menyenangkan bagi anak. Senada dengan Goodman (dalam Suparti, t.t.:2) bahwa belajar bahasa akan berlangsung dengan mudah jika bersifat nyata, relevan, bermakna, dan kontekstual.
1 komentar:
sungguh mencerahkan
Posting Komentar